Kamis, 20 April 2017

SOSIALISASI DANA ORMAWA




Suasana diskusi hangat mengenai macam-macam dana di Universitas
Pada hari Rabu, 5 April 2017, saudara Handi sebagai ketua BPMF Fakultas Filsafat telah mengadakan suatu acara bersama yaitu sosialisasi dana ORMAWA. Acara tersebut diselenggarakan di Kampus ke III Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS), tepatnya di Jalan Raya Kalisari Selatan no.1, Pakuwon City - Surabaya. Dalam acara tersebut, narasumber yang dihadirkan sebagian besar berasal dari petinggi-petinggi UKWMS,

Rabu, 19 April 2017

Cogito Terbuka

Yuk ikutan diskusi seru mengenai demokrasi dalam hal sensor di media sosial. Kegiatan diskusi terbuka bagi siapa saja yang ingin gabung dan tidak dipungut biaya. Tempat tersedia tidak terbatas.(cgt)


Senin, 24 Oktober 2016

Menanggapi Kemajuan Teknologi Bersama Plato



Kemajuan teknologi sungguh mengubah wajah dunia. Perkembangan teknologi, melahirkan berbagai pergunjingan di tengah masyarakat pada masa kini. Dunia nyata seakan-akan berubah menjadi dunia maya dan dunia maya berubah menjadi dunia nyata. Ini terkesan hanya membolak-balikkan kata. Akan tetapi, realitas yang terjadi di tengah masyarakat memang benar-benar demikian.
            Hasrat keingintahuan manusia semakin liar karena perkembangan teknologi yang demikian pesat. Melaui teknologi masa kini, manusia semakin mudah untuk memuaskan pengetahuannya. Selain itu, teknologi juga digunakan sebagai pelarian akan peliknya dunia nyata. Contohnya, seorang remaja yang mengungkapkan kegalauannya melalui status yang ada di media sosial.
            Melalui media sosial yang timbul dari kemajuan teknologi, manusia dapat terbantu untuk eksis dalam dunia maya. Di sisi lain, pribadi manusia semakin tereduksi hanya dalam “ID media sosial”. Contohnya, ada dua orang remaja yang berlawanan jenis yang bertemu di sebuah tempat yang saling menanyakan “ID Linemu apa?”.  Hal ini menunjukan bahwa seakan-akan manusia diperbudak oleh teknologi. Oleh karena itu, banyak manusia yang lebih memilih untuk meluapkan isi hatinya di media sosial dibandingkan bertemu langsung dengan sesama di sekitarnya. Manusia lebih memilih untuk mengeksiskan dirinya di dunia maya daripada di dunia nyata. Hal ini mewujudkan ketegangan antara dunia maya dan dunia nyata.
            Menurut pandangan penulis, fenomena tersebut dikarenakan oleh jiwa manusia. Plato salah seorang filsuf Yunani menjelaskan bahwa ada tiga bagian dalam jiwa. Bagian pertama adalah bagian rasional yang memiliki keutamaan kebijaksanaan (Sophia). Bagian kedua adalah bagian keberanian yang memiliki keutamaan kegagahan (Andreia). Sedangkan bagian yang ketiga adalah bagian nafsu yang memiliki keutamaan pengendalian diri (Sophrosune). Dari ketiga bagian jiwa, rasiolah yang harus mengendalikan bagian keberanian dan nafsu.
            Melalui penjelasan dari Plato dapat dikatakan bahwa setiap perilaku dari manusia hendaknya mengarahkan diri pada kebijaksanaan (Sophia). Akan tetapi, fenomen yang terjadi pada masyarakat masa kini malah sebaliknya. Banyak permasalahan yang muncul karena kehadiran teknologi. Permasalahan yang muncul tersebut diantaranya disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk mencapai kepada keutamaan pengendalian diri.
            Di sisi lain, dapat dilihat bahwa rasio tidak mampu mengendalikan nafsu. Di samping itu, rasio juga dapat digunakan untuk menghadapi ketegangan antara dunia maya dan dunia nyata. Kemampuan rasio dalam mengendalikan keberanian dan nafsu perlu didukung dengan sikap pengendalian diri. Sikap tersebut juga harus dimiliki dalam menggunakan dan menanggapi kemajuan teknologi pada masa kini. Hal tersebut ditujukan agar manusia tidak melulu mengungkung diri dalam dunia maya namun juga mau untuk berinteraksi dalam dunia nyata. Oleh karena itu, kemajuan teknologi yang tengah terjadi pada masa kini perlu disikapi dengan keberanian, pengendalian diri dan kebijaksanaan agar ketegangan antara dunia nyata dan dunia maya dapat semakin dihilangkan.
Sumber
Bertens, K., Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta, 1999.

Oleh: Thomas Rici Febrian (1323015009)
Mahasiswa Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala Surabaya
 

Minggu, 23 Oktober 2016

Babak Baru Dalam Komunikasi



“Refleksi Filosofis Atas Maraknya Alat Komunikasi Di Tengah Masyarakat”

            Dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, media komunikasi mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Perkembangan itu bisa terlihat dari konsumsi masyarakat akan barang-barang elektronik seperti handphone, laptop, iphone¸ dan masih banyak contoh lainnya. Beragam contoh tersebut seyogyanya memunculkan babak baru di tengah-tengah masyarakat. Babak apakah itu? Pertanyaan mendasar itulah yang mendorong saya untuk meninjau ulang akan maraknya media masa di tengah masyarakat yang semakin membuat hati miris.

FAKTA
            Fakta terbaru yang saya temukan adalah populasi pengguna handphone di UNIKA Widya Mandala Surabaya. Beberapa waktu yang lalu saya bersama teman-teman fakultas filsafat yang tergabung dalam kelompok diskusi Cogito melakukan observasi di Lobi Kampus 3 UNIKA Widya Mandala. Kami sengaja tidak melakukan wawancara khusus dengan mahasiswa karena kami hanya ingin mengetahui apakah mahasiswa juga menggandrungi[1] alat komunikasi itu. Dari hasil observasi yang kami lakukan, kami menemukan sebagian besar mahasiswa selalu membawa handphone kemanapun mereka pergi.  
            Observasi singkat yang kami lakukan itu menyisakan sebuah pertanyaan dalam diri saya, “Mengapa hal itu bisa terjadi?” Pertanyaan yang saya miliki ini tentu merupakan sebuah hal yang wajar di kalangan masyarakat yang sadar akan bahaya penggunaan media komunikasi jika tidak memiliki batasan tertentu. Akan tetapi, saya ingin menekankan bahwa apa yang terjadi saat ini merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindari. Saya akan membedah fenomena itu dalam kacamata filsafat komunikasi untuk semakin kritis dalam menghadapi realitas saat ini.

Perlunya Etika Komunikasi
            Ketika kita membicarakan komunikasi, media menjadi salah satu hal yang tidak bisa terlepas dari padanya. Dilihat dari fungsinya pun, media merupakan sarana utama untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi.[2] Informasi yang diberikan awak media tentu merupakan usaha untuk mengomunikasikan suatu hal kepada masyarakat luas. Tentu untuk mendapat informasi itu, media masa menjadi salah satu hal yang sentral. Untuk mendapatkan informasi itu, masyarakat harus melihatnya dari media cetak, ataupun media online. Kiranya hal inilah yang menjadi permasalahan bahwa media yang sebenarnya digunakan untuk alat komunikasi telah beralih menjadi media pemuas diri.
            Fakta yang terdekat adalah adanya game-game menarik yang menjadi bius dan candu bagi masyarakat. Masyarakat yang paling banyak mengonsumsi hal-hal semacam ini adalah anak muda. Mengapa? Karena dalam usia seperti itu, mereka sangat mudah mendapatkan infus dari berbagai macam hal. Hal itulah yang mungkin telah meracuni anak muda zaman sekarang. Mereka telah merubah sarana komunikasi itu menjadi sarana pemuas diri. Akibatnya, relasi kepada sesama menjadi berkurang karena perhatian mereka terkuras untuk hal-hal semacam itu.
            Dalam hal ini, etika diperlukan agar manusia menjadi lebih mawas diri dan tidak mudah mengikuti arus, sehingga apa yang menjadi arti fundamental dari komunikasi tidak  direduksi hanya sebagai alat yang digunakan untuk memuaskan hasrat memiliki saja. Banyaknya alat komunikasi menjadikan masyarakat yang memiliki mental peniru. Orang-orang yang menggunakan media komunikasi seharusnya memiliki batas-batas agar masyarakat tidak dirugikan. Menjamurnya sarana komunikasi seakan memunculkan babak baru dalam dunia komunikasi.[3]

BABAK BARU
            Munculnya alat komunikasi yang beragam tentunya membuat manusia semakin mudah untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hal itu juga mendorong sebuah semangat baru dalam dunia sekarang ini. Semangat apa itu? Tentu hal ini juga masih menyisakan beragam pertanyaan dan diskusi lebih lanjut. Pada dasarnya hal itu hanya bisa direnungkan oleh masih-masing individu.
            Saya melihat bahwa hal itu bukan hal yang mudah untuk diselesaikan. Akan tetapi, perlu adanya usaha untuk merubah kembali semangat komunikasi yang telah direduksi sedemikian rupa. Komunikasi dalam dunia nyata tentu berbeda jika dibandingkan dengan komunikasi dalam dunia elektronik seperti handphone dan alat komunikasi lainnya. Kehadiran nyata dari individu tentu tidak bisa digantikan dengan hal-hal demikian.
            Kiranya apa yang saya sampaikan menjadi bahan yang bisa didiskusikan lebih lanjut. Kemudian, apa babak baru yang menandai berkembangnya komunikasi ini? Tentu Anda yang dapat merumuskannya.


SUMBER PUSTAKA

HARYATMOKO, Etika Komunikasi, Kanisius, Yogyakarta 2007. 


[1] Menggandrungi adalah term bahasa jawa yang berarti menyukai, mencintai sesuatu yang dimilikinya maupun sesuatu yang dianggapnya indah.
[2] HARYATMOKO, Etika Komunikasi, Kanisius, Yogyakarta 2007, 19.
[3] Ibid., 71. 


Oleh: Fendi Hadi Saputro (1323015007)
Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya