“Refleksi Filosofis Atas Maraknya Alat Komunikasi Di Tengah Masyarakat”
Dalam kurun waktu kurang dari satu
tahun, media komunikasi mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Perkembangan
itu bisa terlihat dari konsumsi masyarakat akan barang-barang elektronik
seperti handphone, laptop, iphone¸ dan masih banyak contoh
lainnya. Beragam contoh tersebut seyogyanya memunculkan babak baru di
tengah-tengah masyarakat. Babak apakah itu? Pertanyaan mendasar itulah yang
mendorong saya untuk meninjau ulang akan maraknya media masa di tengah
masyarakat yang semakin membuat hati miris.
FAKTA
Fakta
terbaru yang saya temukan adalah populasi pengguna handphone di UNIKA Widya Mandala Surabaya. Beberapa waktu yang lalu
saya bersama teman-teman fakultas filsafat yang tergabung dalam kelompok
diskusi Cogito melakukan observasi di
Lobi Kampus 3 UNIKA Widya Mandala. Kami sengaja tidak melakukan wawancara
khusus dengan mahasiswa karena kami hanya ingin mengetahui apakah mahasiswa
juga menggandrungi[1]
alat komunikasi itu. Dari hasil observasi yang kami lakukan, kami menemukan
sebagian besar mahasiswa selalu membawa handphone
kemanapun mereka pergi.
Observasi
singkat yang kami lakukan itu menyisakan sebuah pertanyaan dalam diri saya, “Mengapa
hal itu bisa terjadi?” Pertanyaan yang saya miliki ini tentu merupakan sebuah
hal yang wajar di kalangan masyarakat yang sadar akan bahaya penggunaan media
komunikasi jika tidak memiliki batasan tertentu. Akan tetapi, saya ingin
menekankan bahwa apa yang terjadi saat ini merupakan kenyataan yang tidak bisa
dihindari. Saya akan membedah fenomena itu dalam kacamata filsafat komunikasi untuk
semakin kritis dalam menghadapi realitas saat ini.
Perlunya
Etika Komunikasi
Ketika kita membicarakan komunikasi, media menjadi salah satu hal yang
tidak bisa terlepas dari padanya. Dilihat dari fungsinya pun, media merupakan
sarana utama untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi.[2]
Informasi yang diberikan awak media tentu merupakan usaha untuk
mengomunikasikan suatu hal kepada masyarakat luas. Tentu untuk mendapat
informasi itu, media masa menjadi salah satu hal yang sentral. Untuk
mendapatkan informasi itu, masyarakat harus melihatnya dari media cetak,
ataupun media online. Kiranya hal
inilah yang menjadi permasalahan bahwa media yang sebenarnya digunakan untuk
alat komunikasi telah beralih menjadi media pemuas diri.
Fakta
yang terdekat adalah adanya game-game
menarik yang menjadi bius dan candu bagi masyarakat. Masyarakat yang paling
banyak mengonsumsi hal-hal semacam ini adalah anak muda. Mengapa? Karena dalam
usia seperti itu, mereka sangat mudah mendapatkan infus dari berbagai macam
hal. Hal itulah yang mungkin telah meracuni anak muda zaman sekarang. Mereka
telah merubah sarana komunikasi itu menjadi sarana pemuas diri. Akibatnya, relasi
kepada sesama menjadi berkurang karena perhatian mereka terkuras untuk hal-hal
semacam itu.
Dalam
hal ini, etika diperlukan agar manusia menjadi lebih mawas diri dan tidak mudah
mengikuti arus, sehingga apa yang menjadi arti fundamental dari komunikasi
tidak direduksi hanya sebagai alat yang
digunakan untuk memuaskan hasrat memiliki saja. Banyaknya alat komunikasi menjadikan
masyarakat yang memiliki mental peniru. Orang-orang yang menggunakan media
komunikasi seharusnya memiliki batas-batas agar masyarakat tidak dirugikan. Menjamurnya
sarana komunikasi seakan memunculkan babak baru dalam dunia komunikasi.[3]
BABAK
BARU
Munculnya alat komunikasi yang beragam tentunya membuat manusia semakin
mudah untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hal itu juga mendorong sebuah
semangat baru dalam dunia sekarang ini. Semangat apa itu? Tentu hal ini juga
masih menyisakan beragam pertanyaan dan diskusi lebih lanjut. Pada dasarnya hal
itu hanya bisa direnungkan oleh masih-masing individu.
Saya
melihat bahwa hal itu bukan hal yang mudah untuk diselesaikan. Akan tetapi,
perlu adanya usaha untuk merubah kembali semangat komunikasi yang telah
direduksi sedemikian rupa. Komunikasi dalam dunia nyata tentu berbeda jika
dibandingkan dengan komunikasi dalam dunia elektronik seperti handphone dan alat komunikasi lainnya.
Kehadiran nyata dari individu tentu tidak bisa digantikan dengan hal-hal
demikian.
Kiranya
apa yang saya sampaikan menjadi bahan yang bisa didiskusikan lebih lanjut.
Kemudian, apa babak baru yang menandai berkembangnya komunikasi ini? Tentu Anda
yang dapat merumuskannya.
SUMBER
PUSTAKA
HARYATMOKO, Etika
Komunikasi, Kanisius, Yogyakarta 2007.
[1] Menggandrungi adalah term bahasa jawa yang berarti
menyukai, mencintai sesuatu yang dimilikinya maupun sesuatu yang dianggapnya
indah.
Oleh:
Fendi Hadi Saputro (1323015007)
Mahasiswa
Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar