Minggu, 23 Oktober 2016

Babak Baru Dalam Komunikasi



“Refleksi Filosofis Atas Maraknya Alat Komunikasi Di Tengah Masyarakat”

            Dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, media komunikasi mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Perkembangan itu bisa terlihat dari konsumsi masyarakat akan barang-barang elektronik seperti handphone, laptop, iphone¸ dan masih banyak contoh lainnya. Beragam contoh tersebut seyogyanya memunculkan babak baru di tengah-tengah masyarakat. Babak apakah itu? Pertanyaan mendasar itulah yang mendorong saya untuk meninjau ulang akan maraknya media masa di tengah masyarakat yang semakin membuat hati miris.

FAKTA
            Fakta terbaru yang saya temukan adalah populasi pengguna handphone di UNIKA Widya Mandala Surabaya. Beberapa waktu yang lalu saya bersama teman-teman fakultas filsafat yang tergabung dalam kelompok diskusi Cogito melakukan observasi di Lobi Kampus 3 UNIKA Widya Mandala. Kami sengaja tidak melakukan wawancara khusus dengan mahasiswa karena kami hanya ingin mengetahui apakah mahasiswa juga menggandrungi[1] alat komunikasi itu. Dari hasil observasi yang kami lakukan, kami menemukan sebagian besar mahasiswa selalu membawa handphone kemanapun mereka pergi.  
            Observasi singkat yang kami lakukan itu menyisakan sebuah pertanyaan dalam diri saya, “Mengapa hal itu bisa terjadi?” Pertanyaan yang saya miliki ini tentu merupakan sebuah hal yang wajar di kalangan masyarakat yang sadar akan bahaya penggunaan media komunikasi jika tidak memiliki batasan tertentu. Akan tetapi, saya ingin menekankan bahwa apa yang terjadi saat ini merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindari. Saya akan membedah fenomena itu dalam kacamata filsafat komunikasi untuk semakin kritis dalam menghadapi realitas saat ini.

Perlunya Etika Komunikasi
            Ketika kita membicarakan komunikasi, media menjadi salah satu hal yang tidak bisa terlepas dari padanya. Dilihat dari fungsinya pun, media merupakan sarana utama untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi.[2] Informasi yang diberikan awak media tentu merupakan usaha untuk mengomunikasikan suatu hal kepada masyarakat luas. Tentu untuk mendapat informasi itu, media masa menjadi salah satu hal yang sentral. Untuk mendapatkan informasi itu, masyarakat harus melihatnya dari media cetak, ataupun media online. Kiranya hal inilah yang menjadi permasalahan bahwa media yang sebenarnya digunakan untuk alat komunikasi telah beralih menjadi media pemuas diri.
            Fakta yang terdekat adalah adanya game-game menarik yang menjadi bius dan candu bagi masyarakat. Masyarakat yang paling banyak mengonsumsi hal-hal semacam ini adalah anak muda. Mengapa? Karena dalam usia seperti itu, mereka sangat mudah mendapatkan infus dari berbagai macam hal. Hal itulah yang mungkin telah meracuni anak muda zaman sekarang. Mereka telah merubah sarana komunikasi itu menjadi sarana pemuas diri. Akibatnya, relasi kepada sesama menjadi berkurang karena perhatian mereka terkuras untuk hal-hal semacam itu.
            Dalam hal ini, etika diperlukan agar manusia menjadi lebih mawas diri dan tidak mudah mengikuti arus, sehingga apa yang menjadi arti fundamental dari komunikasi tidak  direduksi hanya sebagai alat yang digunakan untuk memuaskan hasrat memiliki saja. Banyaknya alat komunikasi menjadikan masyarakat yang memiliki mental peniru. Orang-orang yang menggunakan media komunikasi seharusnya memiliki batas-batas agar masyarakat tidak dirugikan. Menjamurnya sarana komunikasi seakan memunculkan babak baru dalam dunia komunikasi.[3]

BABAK BARU
            Munculnya alat komunikasi yang beragam tentunya membuat manusia semakin mudah untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hal itu juga mendorong sebuah semangat baru dalam dunia sekarang ini. Semangat apa itu? Tentu hal ini juga masih menyisakan beragam pertanyaan dan diskusi lebih lanjut. Pada dasarnya hal itu hanya bisa direnungkan oleh masih-masing individu.
            Saya melihat bahwa hal itu bukan hal yang mudah untuk diselesaikan. Akan tetapi, perlu adanya usaha untuk merubah kembali semangat komunikasi yang telah direduksi sedemikian rupa. Komunikasi dalam dunia nyata tentu berbeda jika dibandingkan dengan komunikasi dalam dunia elektronik seperti handphone dan alat komunikasi lainnya. Kehadiran nyata dari individu tentu tidak bisa digantikan dengan hal-hal demikian.
            Kiranya apa yang saya sampaikan menjadi bahan yang bisa didiskusikan lebih lanjut. Kemudian, apa babak baru yang menandai berkembangnya komunikasi ini? Tentu Anda yang dapat merumuskannya.


SUMBER PUSTAKA

HARYATMOKO, Etika Komunikasi, Kanisius, Yogyakarta 2007. 


[1] Menggandrungi adalah term bahasa jawa yang berarti menyukai, mencintai sesuatu yang dimilikinya maupun sesuatu yang dianggapnya indah.
[2] HARYATMOKO, Etika Komunikasi, Kanisius, Yogyakarta 2007, 19.
[3] Ibid., 71. 


Oleh: Fendi Hadi Saputro (1323015007)
Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar