Bila
kita mau mencermati pertanyaan diatas, kita bisa memulainya dengan keinginan
kita sendiri. Saat kita menginginkan sesuatu, apa yang akan kita lakukan? Kita akan
berusaha untuk mewujudkan apa yang kita inginkan tergantung objek yang kita
inginkan atau kita bisa mengambil jarak dengan apa yang kita inginkan
sehingga kita bisa mengontrol keinginan itu. Lalu darimana asalnya keinginan itu? Dalam filsafat Buddha, asal dari
keinginan adalah kelekatan manusia
dengan berbagai
kenikmatan hidup. Kelekatan ini memberi keleluasaan hasrat manusia untuk memuaskannya sehingga kenikmatan itu menjauhkan manusia pada hakekat dirinya (self[1]). Kelekatan manusia dengan berbagai kenikmatan hidup membawa manusia pada penderitaan/duhkha.[2] Penderitaan manusia ditimbulkan oleh hasrat manusia dalam berbagai keinginan yang tiada batasnya.
kenikmatan hidup. Kelekatan ini memberi keleluasaan hasrat manusia untuk memuaskannya sehingga kenikmatan itu menjauhkan manusia pada hakekat dirinya (self[1]). Kelekatan manusia dengan berbagai kenikmatan hidup membawa manusia pada penderitaan/duhkha.[2] Penderitaan manusia ditimbulkan oleh hasrat manusia dalam berbagai keinginan yang tiada batasnya.
Pernahkah kita menyadari bahwa hasrat itu membawa kita
pada penderitaan yang berkelanjutan? Kita bisa melihat hasrat ini dalam keinginan
untuk memiliki sesuatu yang membuat kita senang atau memberi kita kenikmatan,
semisal setelah kita melihat iklan ponsel terbaru. Setelah kita melihat iklan
ponsel tersebut timbul keinginan di benak kita untuk membeli ponsel tersebut. Saat
keinginan itu menggelora di pikiran kita, hal ini mempengaruhi kita untuk
mengupayakan segala cara agar bisa membeli ponsel tersebut. Setelah kita
berhasil membeli ponsel tersebut, kita akan dihadapkan pada keinginan baru
untuk mengisi aplikasi-aplikasi terbaru dan yang digemari oleh teman-teman
kita. Semakin kita
mengikuti apa yang dikatakan hasrat semakin kita terjebak dan masuk lebih dalam
lagi pada penderitaan. Hasrat membuat kita melekat pada sesuatu yang diluar
diri kita. Hasrat pun membuat kita melekat pada yang seolah-olah dari luar tapi
hal itu menjadi realitas yang ada dalam diri kita sendiri. Hasrat membuat kita
terlena dan menjebak kita untuk memuaskan keinginan yang tiada batasnya.
Ini
terlihat sekali saat kita dihadapkan pada diri kita sendiri atau masyarakat yang
mempunyai kecenderungan untuk mengkonsumsi segalanya tanpa ada batas. Hasrat
ini bisa dimanfaatkan orang lain atau pihak-pihak yang berkentingan untuk
dirinya sendiri atau kelompoknya. Orang akan mudah mengendalikan hasrat orang
lain dengan kebutuhan-kebutuhan yang semu. Orang akan berusaha untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan itu dengan menjadikan kebutuhan itu menjadi tujuannya.
Setelah tujuan itu tercapai, orang sudah memenuhi kebutuhannya, orang akan
dihadapkan pada hasrat-hasrat baru. Hasrat berhubungan dengan keinginan
manusia, keinginan manusia berhubungan dengan kebutuhan hidup manusia.
Dengan
melihat keternyataan ini, bisakah kita bebas dari keinginan? Bisakah kita bebas
dari hasrat?
By. Handi
Widiyono
[1]
Self adalah
pengetahuan tentang diri yang bertujuan untuk mendisiplinkan dan kontrol diri. Self
membawa manusia pada kesempurnaan diri. Self menjadi jantung kegiatan
filosofis India. (JOHN M. KOLLER, Filsafat
Asia, diterjemahkan oleh Donatus Sermada, Penerbit Ledalero, Maumere 2010,
15.
[2]
JOHN M. KOLLER, Filsafat Asia, diterjemahkan oleh Donatus Sermada, Penerbit
Ledalero, Maumere 2010, 316.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar