Senin, 09 November 2015



Bisakah kita  bebas dari keinginan?

            Bila kita mau mencermati pertanyaan diatas, kita bisa memulainya dengan keinginan kita sendiri. Saat kita menginginkan sesuatu, apa yang akan kita lakukan? Kita akan berusaha untuk mewujudkan apa yang kita inginkan tergantung objek yang kita inginkan atau kita bisa mengambil jarak dengan apa yang kita inginkan sehingga kita bisa mengontrol keinginan itu. Lalu  darimana asalnya keinginan itu? Dalam filsafat Buddha, asal dari keinginan adalah kelekatan manusia dengan berbagai
kenikmatan hidup. Kelekatan ini memberi keleluasaan hasrat manusia untuk memuaskannya sehingga kenikmatan itu menjauhkan manusia pada hakekat dirinya (self[1]). Kelekatan manusia dengan berbagai kenikmatan hidup membawa manusia pada penderitaan/duhkha.[2] Penderitaan manusia ditimbulkan oleh hasrat manusia dalam berbagai keinginan yang tiada batasnya.
Pernahkah kita menyadari bahwa hasrat itu membawa kita pada penderitaan yang berkelanjutan? Kita bisa melihat hasrat ini dalam keinginan untuk memiliki sesuatu yang membuat kita senang atau memberi kita kenikmatan, semisal setelah kita melihat iklan ponsel terbaru. Setelah kita melihat iklan ponsel tersebut timbul keinginan di benak kita untuk membeli ponsel tersebut. Saat keinginan itu menggelora di pikiran kita, hal ini mempengaruhi kita untuk mengupayakan segala cara agar bisa membeli ponsel tersebut. Setelah kita berhasil membeli ponsel tersebut, kita akan dihadapkan pada keinginan baru untuk mengisi aplikasi-aplikasi terbaru dan yang digemari oleh teman-teman kita. Semakin kita mengikuti apa yang dikatakan hasrat semakin kita terjebak dan masuk lebih dalam lagi pada penderitaan. Hasrat membuat kita melekat pada sesuatu yang diluar diri kita. Hasrat pun membuat kita melekat pada yang seolah-olah dari luar tapi hal itu menjadi realitas yang ada dalam diri kita sendiri. Hasrat membuat kita terlena dan menjebak kita untuk memuaskan keinginan yang tiada batasnya.
Ini terlihat sekali saat kita dihadapkan pada diri kita sendiri atau masyarakat yang mempunyai kecenderungan untuk mengkonsumsi segalanya tanpa ada batas. Hasrat ini bisa dimanfaatkan orang lain atau pihak-pihak yang berkentingan untuk dirinya sendiri atau kelompoknya. Orang akan mudah mengendalikan hasrat orang lain dengan kebutuhan-kebutuhan yang semu. Orang akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu dengan menjadikan kebutuhan itu menjadi tujuannya. Setelah tujuan itu tercapai, orang sudah memenuhi kebutuhannya, orang akan dihadapkan pada hasrat-hasrat baru. Hasrat berhubungan dengan keinginan manusia, keinginan manusia berhubungan dengan kebutuhan hidup manusia.
Dengan melihat keternyataan ini, bisakah kita bebas dari keinginan? Bisakah kita bebas dari hasrat?


By. Handi Widiyono






































































           




[1] Self adalah pengetahuan tentang diri yang bertujuan untuk mendisiplinkan dan kontrol diri. Self  membawa manusia pada kesempurnaan diri. Self menjadi jantung kegiatan filosofis India. (JOHN M. KOLLER, Filsafat Asia, diterjemahkan oleh Donatus Sermada, Penerbit Ledalero, Maumere 2010, 15.
[2] JOHN M. KOLLER, Filsafat Asia, diterjemahkan oleh Donatus Sermada, Penerbit Ledalero, Maumere 2010, 316.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar