17
Agustus merupakan hari besar kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Tanggal
tersebut merupakan hari paling bersejarah bagi seluruh bangsa Indonesia.
Penyebabnya adalah 17 Agustus adalah awal dari sejarah rakyat Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya setelah ratusan tahun lebih berada di dalam kekuasaan
penjajahan, sekaligus pertanda awalnya revolusi Indonesia. Kemerdekaan
Indonesia bukanlah baru seumur jagung. Kini 70 tahun sudah masyarakat Indonesia
menikmati hasil dari perjuangan para pahlawan. Genangan darah pejuang, linangan
air mata janda pejuang, dan jutaan nyawa rakyat yang gugur dalam
medan perang diberikan demi merebut kemerdekaan dan kesejahteraan bagi para penerusnya.
medan perang diberikan demi merebut kemerdekaan dan kesejahteraan bagi para penerusnya.
Lalu
apakah yang dapat kita berikan sebagai ucapan terimah kasih atas semua yang
telah kita terima saat ini? Apakah kita hanya sekedar memperingatinya dengan
melakukan upacara pengibaran bendera setiap tahun, dan sejenak menundukan
kepala untuk mendoakan para pahlawan? Rasanya terlalu gampang jika kita
membalasnya hanya dengan bertindak demikian. Kurangnya penanaman makna
kemerdekaan telah membawa negara kita pada berbagi kasus kejahatan, misalnya
pembunuhan, tindakan asusila, korupsi dan lainya sebagainya. Apakah dengan hal
tersebut bangsa ini telah merdeka? Atau mungkin dapat dikatakan negara kita
masih dijajah?
Kasus-kasus
yang demikian semakin menguatkan bahwa negara kita pada dasarnya masih dijajah.
Kekuasaan para penjajah (Jepang dan Belanda) selama beratus-ratus tahun telah
“mewariskan” sebuah “tabiat penguasa” dalam tubuh bangsa kita. Maka warisan
tersebut tetap dipertahankan hingga kini, di mana para penguasa masa kini
kembali menjalankan apa yang telah diwarikan yakni “tabiat penguasa”.
Sepertinya penjajahan hanya dipindah tangankan dari penjajah asing kepada
penjajah pribumi. Bukankah demikian?
Penjajahan
sepertinya bersifat absolut dalam negara kita. Layaknya sebuah monster raksasa
yang memiliki kuasa penuh seperti yang dijelaskan oleh Thomas Hobbes[1]
seorang filsuf Inggris dalam bukunya Leviathan[2].
Dalam pandangannya tentang manusia, Hobbes menyatakan bahwa manusia
memiliki kecenderungan untuk memuaskan kepentingannya sendiri. Demi mengejar
kepentingannya tersebut, manusia akan memelihara dan mempertahankan kekuasaannya.
Pihak lain akan dianggap sebagai lawan yang akan merebut kekuasaannya. Dengan
demikian manusia dalam pandangan Hobbes bersifat antisosial. Sikap anti sosial
membawa manusia pada sikap egois dan hedonisme. Persaingan antara manusia akan
terus terjadi untuk mempertahankan kekuasannya masing-masing. Oleh sebab itu,
tidaklah mengherankan jika Hobbes sendiri mengatakan bahwa “Homo Homili Lupus” manusia adalah serigala bagi sesamanya.[3]
Konsep negara dalam pemikiran Hobbes diibaratkan bagaikan seekor monster besar “Leviathan” yang memiliki kekuasaan
penuh. Di mana negara memiliki hak penuh atas rakyatnya dan negara tidak
memiliki kewajiban apaun atas rakyatnya.
Jika
kita mensintesakan pandangan Hobbes perihal konsep manusia dan negara maka kita
akan menemukan suatu negara yang dipenuhi dengan orang-orang egois yang
berkuasa penuh atas negaranya. Lalu akan menjadi apakah negara tersebut?
Kasarnya negara Indonesia adalah hasil sintesis kedua konsep dalam pandangan
Hobbes tersebut.
Kasus
korupsi yang melibatkan para petinggi negara kita semakin menunjukan bahwa
mereka adalah manusia dalam pandangan Hobbes yang bersifat egois dan hedonisme.
Kedudukan menjadikan mereka serigala bagi sesamamnya. Sejuta kepentingan rakyat
dimanfaatkan demi kepentingan pribadinya. Tabiat penguasa mengakar kuat dari
generasi ke generasi sehingga penjajahan seakan tak pernah berakhir hingga saat
ini.
Rasanya
term kemerdekaan kurang cocok jika disematkan pada negara Indonesia. Karena
kemerdekaan hanya masih berupa wacana yang masih harus dikejar untuk diwujudnyatakan.
Perjungan demi perjuangan terus dilakukan untuk meraih kemerdekaan yang
sesungguhnya, Namun apalah gunanya jika manusia yang antisosial masih
bertebaran dan menjamur didalam negara ini? Jika masih demikian maka sia-sialah
segala usaha dan upaya kita.
By. Oktavianus Geor
[1] Thomas Hobbes dari Malmesbury
adalah seorang filsuf Inggris yang beraliran empirisme. Pandangannya yang
terkenal adalah konsep manusia dari sudut pandang empirisme-materialisme, serta
pandangan tentang hubungan manusia dengan sistem negara.Hobbes memiliki
pengaruh terhadap seluruh bidang kajian moral di Inggris serta filsafat
politik, khususnya melalui bukunya yang amat terkenal "Leviathan".
Hobbes tidak hanya terkenal di Inggris tetapi juga di Eropa Daratan. Selain
dikenal sebagai filsuf, Hobbes juga terkenal sebagai ahli matematika dan
sarjana klasik. Ia pernah menjadi guru matematika Charles II serta menerbitkan
terjemahan Illiad dan Odyssey karya Homeros.
[2]
HARDIMAN F BUDI, Filsafat Modren: Dari Machiavelli sampai
Nietzche, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, 65-72.
[3]
Ibid,
70-71.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar