Senin, 09 November 2015

Menatap Masa Depan Indonesia



Kemerdekaan
            Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia telah dikumandangkan Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Dikumandangkannya proklamasi itu menunjukkan kebebasan Indonesia atas penjajahan. Banyak peristiwa penting yang mengiringi Indonesia menuju kemerdekaanya. Tentu tidak bisa dilepaskan begitu saja peristiwa-peristiwa
penting 70 tahun yang lalu, entah yang baik maupun yang buruk. Peristiwa yang mendekati diproklamirkan kemerdekaan Indonesia adalah ‘kengototan’ golongan muda yang melawan perspektif dari golongan tua. Berawal dari ‘kengototan’ itulah kita bisa merasakan indahnya kemerdekaan hingga saat ini.
            Kengototan, kekreatifan, kegigihan dan semangat pemuda menjadi penyempurna bingkai kemerdekaan Indonesia. Semangat serta keberanian menjadi kunci untuk mendapatkan hak kebebasan. Terhitung sejak 1945 Indonesia sudah menginjak usia yang ke 70 tahun dalam memperoleh kebebasan. Setiap tahun pula kita mendengarkan teks proklamasi itu dikumandangkan lewat berbagai macam kesempatan. Dengan dikumandangkan teks proklamasi itu, Negara Indonesiselalu mengingat perjuangan manis para pendahulunya. Namun, semua itu tak sesuai dengan kondisi pasca kemerdekaan 70 tahun yang lalu.  

Fakta
            Kemerdekaan bukan berarti tanpa perpecahan. Masalah yang baru tentu membutuhkan pemecahan masalah yang baru pula. Bung Karno sebagai pemimpin Indonesia dan menjadi motor dikumandangkannya kemerdekaan Indonesia, mencoba menerapkan beberapa kebijakannya. Mulai dari demokrasi liberal, demokrasi terpimpin sekitar tahun 1950 Indonesia mencoba berbenah diri akibat penjajahan kolonial Belanda. Kebijakan orag nomor satu Indonesia itu taka banyak membuat perubahan hingga orde lama berakhir.
            Orde lama telah bergeser ke orde baru. Telah saya katakan bahwa hal yang baru tentu akan mengakibatkan masalah baru. Benar saja, dibawah rezim Soeharto Indonesia bukannya mengalami kemajuan malahan sebaliknya.sektor ekonomi menjadi sebuah ancaman yang berarti untuk Indonesia. Lemahnya pergerakan Indonesia karena pengaruh G30/S/PKI membuat Indonesia harus menelan ludah lebih dalam dan bekerja lebih keras dari biasanya. Pada masa pemerintahan Soeharto meninggalkan luka yang cukup dalam sekalipun banyak infrastruktur di Indonesia yang dibenahi. Kelengkapan infrastruktur tak bisa mengobati sakitnya Indonesia di era orde baru. Meskipun sekali lagi terbantu dengan terbentuknya partai politik, Indonesia tak bisa menyembunyikan keterpurukannya.
            Masih hangat dalam benak kita bagaimana kaum kapitalis menjadi ancaman yang cukup serius. Kapitalisme menjadi raja di Indonesia saat itu. Semboyan, “Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin” menjadi hal yang sudah biasa.
            Beralih dari era orde baru ke era reformasi. Reformasi pun tak bisa menjawab semua permasalahan di Indonesia. Perpindahan jabatan dari Soeharto ke Bj. Habibie kemudian Gus Dur dan Megawati, Indonesia mulai berbenah. Meski dengan kecepatan yang stagnan cenderung lambat, Indonesia memandang jauh ke depan. Sistem pemerintahan mulai menemukan ritme dan prospek yang cukup berarti. Meskipun di tangan Megawati Indonesia mengalami perkembangan, Indonesia masing dibayangi keterpurukan dan kelemahan. Cukuplah fakta mengenai Indonesia pasca kemerdekaan. Pertanyaanya, kemanakah pemuda Indonesia?

Berkaca pada Peristiwa pra-Proklamasi
            Indonesia tentu bangga dengan pemuda-pemuda pemberani angkatan ke ’45. Berkat kegigihannya, Indonesia memiliki kebebasan sejak 17-08-1945.  Peran pemuda terasa nyata dan melahirkan pahlawan muda yang pemberani dan memiliki jiwa ksatria. “Berani mati untuk membela Indonesia” adalah semboyan salah satu pejuan Surabaya, Bung Tomo. Berkat keuletan kepemimpinannya Surabaya berhasil mendapatkan kebebasan. Sebenarnya, banyak sekali peran pemuda untuk Indonesia sendiri yang tentu tidak akan muat jika dijelaskan satu-per-satu. Kongres Pemuda, Sumpah pemuda menjadi bukti kontribusi para pemuda Indonesia untuk kemerdekaan negaranya, Indonesia.
            Perdebatan sengit antara golongan muda dan golongan tua mengakibatkan peristiwa rengasdengklok yang sungguh mencekam waktu itu. Jika bukan pemuda yang bertindak berani, akankah kita melakukan upacara bendera setiap tanggal 17 Agustus?

Menatap Masa Depan Indonesia
            Bukankah Indonesia memiliki pemuda yang tangguh, berani dan memiliki semangat juang di era ’45? Tapi mengapa sekarang Indonesia tidak memiliki pemuda itu lagi?
            Tentunya dua pertanyaan itu menjadi pertanyaan besar di setiap pribadi Bangsa Indonesia. Peran pemuda seakan hilang, lenyap bahkan seperti tak ada suara. Dua bulan terakhir Indonesia terhimpit masalah yang berbelit-belit. Oknum yang menjadi provokator tak jauh dari petinggi-petinggi negara. Pemuda semakin kehilangan peran dalam kenegaraan. Mereka sendiri terbelenggu dengan masalah globalisasi yang semakin meracuni pikiran pemuda. Globalisasi sebenarnya tak jauh dari kata kapitalisme. Seperti budaya yang masuk, tak pernah diseleksi, akhirnya menjadi budaya lokal.
            Sudah saatnya pemuda mengambil sikap. Sikap yang dulu dimiliki oleh Bung Tomo dan kawan-kawan, dan masih banyak tokoh lain yang bisa dijadikan contoh nyata. “Mungkinkah pemuda saat ini mendapatkan sikap itu kembali?” Selama masih ada harapan, kemungkinan itu masih tetapi ada.  Namun ketika Indonesia tidak memiliki harapan itu lagi, tak bisa dibayangkan bagaimana nasib Indonesia 20 tahun ke depan.
            Masa depan Indonesia tercermin dari wajah pemuda saat ini. Bukan hanya keberanian yang harus dimiliki namun juga ketrampilan dan kekreatifan dalam memunculkan inovasi-inovasi baru. Indonesia memiliki jutaan pemuda yang bisa menjadi tonggak penerus bangsa. Bukan. Bukan penerus bangsa. “Tidakkah Indonesia saat ini memiliki budaya korupsi?” Tentu sebagai warga Indonesia, tidak ada yang mau jika pemuda menjadi penerus budaya korupsi ini. Mungkin, Pemuda bisa menjadi generasi pembaharu dan penerus semangat juang pemuda tahun 1945. Ketika semangat itu kembali dimunculkan, tidak mustahil bahwa Indonesia akan mencapai masa depan yang diinginkan.

Sederhana
            Wadah ynag disediakan Indonesia untuk para pemudanya dirasa sungguh cukup, bahkan lebih dari cukup. Wadah utama yang bisa dimanfaatkan adalah pendidikan. Contoh nyata dan terkini adalah Universitas atau perguruan tinggi yang lain. Memaksimalkan satu sisi saja rasanya cukup membentuk karakter bangsa 20 tahun ke depan. Sederhana saja, dengan masuk saat jam kuliah dan mengerjakan setiap tugas yang diberikan dosen adalah cara untuk berkontribusi terhadap pendidikan di Indonesia.
Kuliah bukan sebagai cara kabur dari rumah, namun mengasah otak agar lebih pandai dalam bersikap. Memanfaatkan waktu untuk duduk di dalam kelas dari pada duduk di kantin. Bukan dengan meliburkan diri di saat ada kuliah, namun melibatkan diri untuk bergabung dalam keorganisasian. Meluangkan waktu untuk berdiskusi, bukannya menyediakan waktu untuk duduk santai sambil berfantasi. Sejenak memikirkan masa depan Indonesia, bukan hanya memikirkan si jantung hati. Berfikir untuk memberikan setetes keringat untuk Indonesia, bukan mengambil hasil keringat orang lain dengan mengambil uang negara dan memasukkannya dalam buku tabungan.

Sumber : buku “Mencari Indonesia “ –Meninjau Masa Lalu Menatap Masa Depan- (Sebuah Tinjauan Kultural); Pramudya Ananta Toer, Saini K.M.; Penyunting: Oky Syeiful Rahmasdsyah Harahap ; Penerbit : YES INDONESIA tahun 2011

Oleh: Fendi Hadi Saputro


Tidak ada komentar:

Posting Komentar